Kamis, 04 September 2014

Lumpuhnya Peran Negara

oleh Ari Juliano Gema

Pada hari raya Idul Fitri kemarin, kita disuguhkan beberapa peristiwa dari berbagai daerah seputar kegiatan warga menyambut hari raya Idul Fitri tersebut. Dua peristiwa yang cukup menarik untuk dicermati adalah dua acara open house yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso.

Pada acara open house yang diselenggarakan di kediaman pribadi Presiden SBY di Cikeas, Bogor, Presiden SBY kedatangan tamu seorang penyandang cacat dari Kendal, Jawa Tengah. Bapak tua yang datang jauh-jauh seorang diri itu, mengajukan permohonan kepada Presiden SBY agar dirinya diberikan sebuah kursi roda yang sangat dibutuhkannya. Menurut bapak tua itu, ia tak mampu membeli kursi roda sendiri karena kemiskinan yang dideritanya. Tidak beberapa lama kemudian, datanglah sebuah kursi roda yang diminta bapak tua itu. Presiden SBY juga memberikan uang saku kepada bapak tua itu untuk digunakan sebagai ongkos pulang ke tempat asalnya.

Di rumah jabatan Gubernur Sutiyoso digelar juga open house yang dihadiri berbagai kalangan warga DKI Jakarta dan sekitarnya, termasuk fakir miskin. Menurut beberapa orang fakir miskin yang datang saat itu inilah saat yang tepat untuk mendapatkan santunan dari Gubernur Sutiyoso. Namun, beberapa orang dari mereka secara terang-terangan menyatakan kekecewaannya kepada media massa yang meliput acara open house tersebut karena ternyata “santunan” yang didapat dari Gubernur Sutiyoso jumlahnya tidak sebanding dengan ongkos transportasi yang dikeluarkannya untuk datang pada acara open house tersebut.

Peran Negara

Konstitusi kita memerintahkan Negara untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak yang terlantar. Konstitusi juga menegaskan bahwa Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak bagi seluruh warga negara. Untuk memenuhi amanat konstitusi itu, maka Negara, melalui perangkat-perangkatnya, baik di pusat maupun di daerah, seharusnya mengerahkan segala daya upaya agar fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dapat terpelihara dengan baik, termasuk juga penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan umum yang layak untuk mereka.

Menjadi pertanyaan bagi kita, dimanakah keberadaan dan peran dinas sosial, baik di tingkat kabupaten atau propinsi, serta Departemen Sosial RI, ketika seorang penyandang cacat harus datang langsung kepada Presiden SBY untuk meminta kursi roda karena dirinya tidak memiliki kemampuan materi untuk membeli sendiri kursi roda itu. Apakah seorang Presiden SBY akan sanggup memenuhi apabila kemudian puluhan atau bahkan ribuan orang tidak mampu datang berbondong-bondong menemuinya pada acara open house tahun depan untuk meminta dipenuhi berbagai kebutuhan hidupnya?

Begitu pula pertanyaan yang sama dapat ditujukan untuk perangkat pemerintah DKI Jakarta yang perlu dipertanyakan keberadaan dan peranannya ketika masih ada warga DKI Jakarta yang termasuk golongan fakir miskin masih berharap mendapatkan santunan langsung dari gubernurnya. Apakah tidak ada instansi di lingkungan pemerintah DKI Jakarta yang bertanggung jawab memberikan santunan kepada fakir miskin?

Bahan Introspeksi

Meski niat baik dari Presiden SBY dan Gubernur Sutiyoso tidak perlu diragukan lagi, namun sepertinya dua peristiwa di atas harus menjadi bahan introspeksi bagi Presiden SBY sebagai Kepala Negara serta gubernur/kepala daerah lainnya. Kinerja perangkat Negara, baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya fakir miskin, jelas harus dievaluasi.

Tidaklah mungkin cara-cara pemberian bantuan atau santunan secara langsung seperti dua peristiwa di atas dapat dianggap sebagai cara yang paling efektif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, apalagi jika hal itu dianggap telah sesuai dengan amanat konstitusi. Selain terkesan bersifat seremonial semata, bantuan atau santunan yang diberikan itu belum tentu sampai kepada pihak yang benar-benar membutuhkannya.

Sudah waktunya pemerintah pusat dan daerah memikirkan mekanisme yang ideal dalam memberikan pelayanan kepada fakir miskin dan anak-anak yang terlantar, termasuk penyandang cacat, agar mereka terpelihara dengan baik sesuai dengan amanat konstitusi. Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum bagi fakir miskin dan anak terlantar, termasuk penyandang cacat, jelas harus menjadi perhatian.
Apabila pada acara open house tahun depan ternyata masih ada fakir miskin yang datang untuk meminta bantuan atau santunan langsung kepada Presiden SBY atau gubernur/kepala daerah lainnya, maka peran perangkat Negara akan kembali menjadi pertanyaan. Jangan-jangan peran Negara dalam memberikan pelayanan kepada fakir miskin dan anak terlantar, termasuk penyandang cacat, memang benar-benar sudah lumpuh tak berdaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar